Pertikaian
Rumah Susun Berawal dari Aspek Hukum
Oleh
Nadhiev Audah
Permasalahan rumah susun atau apartemen yang mencuat
di permukaan dikarenakan tingginya investasi rumah susun yang tidak dibarengi
dengan pengetahuan hukum yang terkait
dengan rumah susun, mereka tidak memperhatikan aspek-aspek yang
dikemudian hari akan menimbulkan permasalahan bagi konsumen atau penghuni rumah
susun terhadap perlindungan hukum serta status kepemilikan hak atas tanahnya.
Konsumen Satuan Rumah Susun memiliki perlindungan hukum dengan kekuatan
pembuktian lengkap atau sempurna atas dimilikinya Sertifikat Hak Milik Atas
Satuan Rumah Susun dan memenuhi syarat sebagaimana tertulis dalam Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun (UU Rumah Susun). Tujuan dalam hal ini
yaitu untuk mengetahui perlindungan hukum bagi konsumen terhadap status
kepemilikan satuan rumah susun dan untuk mengetahui proses peralihan hak
konsumen dalam rumah susun berdasarkan UU Rumah Susun.
Terdapat beragam istilah yang
berkaitan dengan Rumah Susun, antara lain; Apartemen, Flat, Kondominium, Strata
Tittle, dan Joint Property. Peraturan Perundang-undangan yang terdapat di
Indonesia sebenarnya hanya mengenal istilah rumah susun. Istilah-istilah lain
hanya merupakan istilah serapan dari bahasa asing yang digunakan oleh para
pengembang dalam memasarkan produknya. Hal ini disebabkan karena istilah rumah
susun cenderung diberi makna sebagai hunian bertingkat yang diperuntukkan bagi
masyarakat ke bawah.
Kisruh pengelolaan rumah susun atau apartemen yang
masih terjadi hingga saat ini disebabkan kurangnya sosialisasi hukum yang
mengatur hak dan kewajiban penghuni, pemilik, pengembang dan badan pengelola.
Peristiwa itu terjadi setelah tiga bulan serah terima kunci pada seluruh unit
apartemen. Tentu saja, seandainya pihak-pihak yang terlibat pertikaian memahami
dengan benar regulasi apartemen (rumah susun), maka masalah-masalah seperti
dualisme perhimpunan penghuni dan pengelolaan apartemen tidak akan terjadi.
Menurut pengamat hukum properti Erwin Kallo Kurangnya sosialisasi aturan hukum,
mengakibatkan terciptanya kekeliruan persepsi di kalangan masyarakat.
Pengembang selalu dianggap dalam posisi salah, dan pemilik atau penghuni selalu
dianggap dalam posisi benar. Padahal, belum tentu seperti itu.
Dalam hal pembangunan rumah susun pemerintah
menyarankan untuk melakukan penurunan terhadap tanah berstatus hak milik
dikarenakan sesuai dalam pasal 571 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
berbunyi “Hak milik atas sebidang tanah
meliputi hak milik atas segala sesuatu yang ada di atasnya dan di dalam tanah
itu”. Kebijakan tersebut berdasarkan pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945
yaitu “Cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
negara”. Dikarenakan pembangunan rumah susun merupakan gerakan alternatif
pemerintah dalam mengendalikan kepadatan masyarakat yang membutuhkan tempat
tinggal, oleh karena itu pemerintah menyarankan kepada pemilik tanah
dibangunnya rumah susun untuk menurunkan hak atas tanahnya menjadi Hak Guna
Bangunan yang mana hak ini selalu berada dalam pengawasan pemerintah sebelum
tanah dibangunnya rumah susun dipindah alihkan kepada orang lain. Dan kebijakan
tersebut mendapat kepastian hukum dengan adanya Pasal 18 Undang-undang Nomor 5
Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria bahwa untuk kepentingan
umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari
rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang
layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-undang. Dan peraturan mengenai
penurunan hak atas tanah tercantum dalam Peraturan Menteri Nomor 3 Tahun 1997
Tentang Pendaftaran Tanah. UU Rumah Susun mengenal beberapa Jenis rumah susun,
yaitu :
- Rumah Susun Umum adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Rumah susun umum inilah yang kemudian berkembang menjadi Rusunami atau Rusunawa.
- Rumah Susun Khusus adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan khusus.
- Rumah Susun Negara adalah rumah susun yang dimiliki oleh negara yang menjadi tempat tinggal, sarana pembinaan dan penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan pegawai negeri.
- Rumah Susun Komersial adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk mendapatkan keuntungan. Rumah susun komersial oleh pengembang sering disebut apartemen, flat, atau kondominium.
Terdapat beragam cara untuk
menguasai Satuan Rumah Susun (Sarusun).Sarusun pada rumah susun umum dan rumah
susun komersial dapat dikuasai dengan cara dimiliki atau disewa. Sarusun pada
rumah susunn khusus dapat dikuasai dengan cara pinjam-pakai atau sewa,
sedangkan pada rumah susun negara dengan cara pinjam-pakai, sewa, atau
sewa-beli.
Pengelolaan pada rumah susun
meliputi kegiatan operasional, pemeliharaan, dan perawatan bagian bersama,
benda bersama, dan atanah bersama. Kegiatan pengelolaan pada rumah susun umum
milik dan rumah susun umum komersial wajib dilaksanakan oleh pengelola yang
berbadan hukum dan mendapatkan izin usaha dari Pemerintah Daerah. Kepemilikan Bersama, yang dimiliki secara bersama-sama secara
proporsional dengan para pemilik lainnya pada Rumah Susun tersebut, yang
terdiri dari :
- Tanah bersama, adalah sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang diatasnya berdiri Rumah Susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin bangunan. Yang dapat dijadikan tanah bersama dalam pembangunan rumah susun adalah tanah-tanah yang berstatus/bersertifikat hak milik, HGB atau hak pakai. Mengingat penyelenggara pembangunan (pengembang) berbadan hukum, maka tanah bersama itu akan bersertifikat induk HGB, yang nantinya HGB tersebut tidak dipecah tetapi akan diberi keterangan bahwa HGB tersebut telah melahirkan beberapa sertifikat hak milik satuan Rumah Susun (SHM Sarusun) dan tidak dapat dialihkan atau dijaminkan.
- Bagian bersama, adalah bagian Rumah Susun (melekat pada struktur bangunan ) yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam satu kesatuan Fungsi dengan satuan Rumah Susun. Contoh, fondasi, atap, lobi, lift, saluran air, jaringan listrik, gas, dan telekomunikasi.
- Benda bersama, adalah benda yang bukan merupakan bagian Rumah Susun (tidak melekat pada struktur bangunan), tetapi dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama. Contoh, tanah, tempat parkir, kolam renang yang di luar struktur, dan lain-lain.
Pada Pasal 74 ayat
(1) UU Rumah Susun mewajibkan pemilik sarusun untuk membentuk
Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS). P3SRS merupakan
badan hukum yang bertugas untuk mengurus kepentingan para pemilik dan penghuni
yang berkaitan dengan pengelolaan kepemilikan tanah bersama, bagian bersama,
benda bersama, dan penghunian yang dituangkan dalam Anggran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga P3SRS.
Referensi :
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
1945
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria
Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2011 Tentang Rumah Susun
Andrian Sutedi, Hukum Rumah Susun dan
Apartemen, Sinar Grafika, Jakarta, 2010
Imam Koeswahyono, Hukum Rumah Susun:
Suatu Bekal Pengantar Pemahaman, Bayumedia, Malang, 2004
sites.google.com/site/arkideaproperty
thepresidentpostindonesia.com
properti.kompas.com
ojs.unud.ac.id
www.jurnalhukum.com