Jumat, 02 Januari 2015

PK Pidana Hanya Satu Kali

Gedung Mahkamah Agung di Jl. Medan Merdeka Utara No. 9-13
Jakarta

Mahkamah Agung (MA) menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 Tahun 2014 tentang peninjauan kembali (PK) yang hanya diperbolehkan satu kali. MA menegaskan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 34/PUU-XI/2013 tanggal 6 Maret 2014 yang membolehkan PK berkali-kali tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pada 2013, Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materi Pasal 268 ayat 3 KUHAP yang diajukan oleh mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar. MK menilai pengajuan PK yang hanya satu kali seperti tertulis dalam pasal itu bertentangan dengan UUD 1945 dan rasa keadilan. Lalu, MK membatalkan pasal itu, yang artinya, terpidana boleh mengajukan permohonan PK lebih dari satu kali.
Antasari beserta istri dan anaknya mintra MK membatalkan Pasal 268 Ayat (3) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Antasari, terpidana 18 tahun penjara dalam kasus pembunuhan Direktur PT Rajawali Putra Banjaran NasrudinZulkarnaen,  berniat mengajukan PK kedua, tetapi terganjal oleh ketentuan Pasal 268 Ayat (3) KUHAP.
SEMA itu ditandatangani Ketua MA Hatta Ali 31 Desember 2014 dan telah diedarkan kepada seluruh ketua pengadilan di seluruh Indonesia. MA menyatakan putusan MK itu non executable karena berdasarkan UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 24 ayat 2 menyatakan tegas tidak ada PK atas PK. Selain itu, dalam UU tentang Mahkamah Agung (MA) Pasal 66 ayat 1 juga menegaskan dengan nyata bahwa PK hanya satu kali. Pasal ini berbunyi: Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan hanya 1 kali. Kedua Pasal tersebut tidak dibatalkan MK.
Dengan dasar hukum di atas, maka putusan MK yang menghapus ketentuan PK dalam KUHAP pada 6 Maret 2014, tidak serta merta menghapus norma hukum yang mengatur permohonan peninjauan kembali yang diatur di UU MA dan UU Kekuasaan Kehakiman.
Hakim Agung Topane Gayus Lumbuun mengungkapkan, penerbitan SEMA tentang PK merupakan wewenang pimpinan MA. Namun, MA perlu lebih profesional dalam menyikapi putusan MK, khususnya jika SEMA itu ditujukan untuk PK pidana. Penerbitan SEMA seharusnya juga memperlihatkan aspek yang akan menjadi polemik di masyarakat. Gayus menuturkan putusan MK bersifat erga omnes, yang artinya harus ditaati oleh semua orang, sementara putusan MA bersifat inter partes, yang artinya hanya mengikat pihak yang berperkara. Dalam pemahaman hukum administrasi negara, kedudukan surat edaran berada di bawah peraturan. Oleh karena itu, SEMA No 7/2014 tidak dapat mengesampingkan putusan MK.
Menurut Gayus, Pasal 268 Ayat (3) KUHAP yang dibatalkan MK bersifat lex spesialis. Adapun pasal-pasal dalam UU MA dan UU Kekuasaan Kehakiman yang mengatur PK bersifat generalis, yaitu berlaku juga untuk semua perkara. Jadi, SEMA No 7/2014 seharusnya hanya berlaku untuk perkara PK di luar pidana karena ketentuan terkait PK pidana sudah dibatalkan.
Hal senada disampaikan Ketua Badan Pengurus Institute for Criminal Justice Reform, Anggara. Menurut dia, MA telah melupakan prinsip lex spesialis derogat legi generali (hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum) dalam pembentukan SEMA No 7/2014. “Dengan melanggar prinsip ini, MA telah mengingkari prinsip negara hukum yang dianut di UUD 1945”. Menyusul keluarnya SEMA No 7/2014, kuasa hukum Antasari Azhar, Boyamin Saiman, menyatakan akann mengadukan MA ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) dan Komisi HAM PBB. Ia menilai, SEMA itu telah menghalangi hak seseorang untuk mendapatkan keadilan. Selain itu, pihaknya juga akan menguji ketentuan-ketentuan dalam UU MA dan UU Kekuasaan Kehakiman terkait pengaturan PK hanya sekali.


Referensi :
Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013
SEMA Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali Dalam Perkara Pidana
Koran Kompas tanggal 2 Januari 2015 Hal 3
http://liputanislam.com/berita 2 Januari 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar